Rabat | Sale (bagian 2)

Airport Bus ke Gare Ville

Airport Bus ke Gare Ville

Melihat belasan sedan berwarna biru muda, warna taksi di Sale/Rabat, di salah satu sudut area parkir mobil bandara, bergeraklah kami menuju kesana. Secara kategori umum, tiga macam pose foto kami gunakan. Tersenyum menghadap kamera, tanpa menghadap kamera, dan (pura-pura) candid. Dikombinasikan dengan posisi tangan dan kaki yang berbeda di setiap jepretan, diperoleh 7 foto di kamera Fuji X-10 saya, 13 foto di kamera Ricoh si Henry, dan 11 foto di Sony Alpha si Roy. Digabung dengan masing-masing smartphone, diperoleh kurang lebih 50 foto selama perjalanan dari pintu keluar bandara menuju tempat parkir yang berjarak kurang lebih 50 meter.

Pernah kudengar gurauan dari, mungkin, penduduk lokal atau yang pasti dari Uni Eropa, “Asian…”, saat jalan-jalan di Budapest. Kutatap mereka, “I am proud to be Asian! You just would do the same if you go to Bali, wait, it is too expensive for you to go there? Yes, that’s how we feel here, in Europe”. Tentu saja itu cuma ucapan dalam hati, karena aku pengecut.

Saat berjalan menuju tempat parkir taksi, kita melewati airport bus. Kubaca informasi yang tercetak di badan bus. “Airport – Gare du Ville”. Kami bertanya kepada sopir bus tentang tujuan bus ini.

“yes, this will go to station”

“ooh”

“for 20 dirham”

Kami langsung naik ke dalam bus. Ketika mengecek harga transportasi darat di Rabat setelah trip ini, menurut Wikipedia, harga taksi dari bandara ke kota sekitar 200 dirham atau 20 euro atau 30 ribu rupiah sedangkan harga bus 20 dirham. Sebelumnya, saya tidak tahu kalau kita bisa mengandalkan transportasi public di Maroko setelah membaca beberapa saran di Trip Advisor. Namun, pengalaman 2 tahun menggunakan Metromini untuk transportasi menuju kantor telah menyadarkanku. Adakah yang lebih buruk dari Metromini? Saya pernah baca tentang perampokan bus umum di Brazil. Tetapi, cuma Metromini yang bisa menyajikan in-house entertainment selama perjalanan. Dari pengamen sopan bersuara emas hingga pemuda tanggung yang menyilet tangannya, namun hanya berani memaksa ke anak berseragam sekolah. Turis mungkin akan menuliskan:

“Transportasi public di Indonesia sangat murah, sekitar 20 sen sekali jalan, namun tidak aman, aku melihat pengguna obat terlarang secara langsung dan merampok pengguna bus”

Di situs Trip Advisor, beberapa traveller  pengecut seperti saya di dunia ini mengurungkan niat untuk berwisata ke Indonesia setelah membaca review tersebut. Saat melakukan perencanaan ke Maroko, saya mendapati banyak review yang kurang lebih menunjukkan betapa berbahayanya untuk jalan di keramaian kota-kota Maroko, namun tidak sedikit pula yang memberikan tanggapan bahwa penduduk Maroko sangat ramah. “Mereka mungkin meminta 10 dirham setelah menunjukkan jalan” ujar salah satu reviewer. Namun saat tiba di Djema el Fnaa, Marrakesh sekitar pukul 23:00 malam, beberapa orang dengan semangat menunjukkan arah ke tempat kita menginap Equity Point Hostel. Mereka tidak meminta dirham.

Leave a comment